Ijinkan aku belajar melupakanmu. Aku yakin, kau pasti
menginginkan aku mempelajari itu. Namun aku ragu, benarkah tidak ada setitik
cinta pun di hatimu terhadapku. Setelah semua kenangan yang kita ciptakan.
Setelah semua memoriku terisi oleh namamu.
Maafkan aku jika membuatmu tersakiti. Katakan saja jika
memang iya, karena aku bukan orang yang mampu mengerti letak dimana salahku.
Mengapa hanya diam. Mengapa hanya mengacuhkan. Atau memang begitu
caramu untuk mencampakkan?
Aku sadar. Mungkin dalam perjalanan panjang kita pun engkau
telah tersadar. Aku tak pantas untukmu. Aku hanyalah serpihan debu yang tak
berarti, sedangkan engkau laksana puteri bagiku. Jujur, aku selama ini
tersilau.
Apa hanya cukup dengan maaf? Lantas kau pergi meninggalkan
aku seolah tak pernah terjadi apa-apa diantara kita. Semudah itukah kau
melupakan.
Jujur, jalan pikiranmu tak pernah kumengerti. Baru semalam
engkau berkata suka, paginya kau campakkan aku dalam kesepian.
Sekarang, ijinkanlah aku belajar melupakan. Melupakan semua
kenangan yang ada dalam memori ini. Melupakan semua tawamu, melupakan semua
kebaikanmu, melupakan semua tatapan itu. Ijinkanlah aku buyar dalam hitam pekat
tak bermasa yang kan selalu abadi.
Dulu, kau menarikku dari kesepian. Engkau ibarat cahayaku
dalam kegelapan. Sekarang, setelah takdir kita selesai, aku kan kembali berada
dalam gelapku tanpa cahayamu. Aku heran, kemana dulu ucapan-ucapan mu tentang “Maukah kau membuka hatimu kembali untukku?” Aku ingin mendengarkannya untuk yang terakhir. Lalu menutupnya dalam peti yang
tak akan pernah kubuka lagi.
Haruskah aku menjadi paranoid dalam cinta? Belajar dari
kisah bahwa cinta hanya ada untuk menyakiti. Belajar untuk menyakiti dahulu
agar aku tak tersakiti? Sumpah sayang, aku tak pernah menginginkan itu.
Cukuplah aku yang berlinang air mata, jangan engkau. Kubiarkan engkau datang
dan pergi sesukamu, namun jangan larang aku untuk terus menunggumu. Karena aku
adalah lelaki matahari.
Tahukah kamu apa itu lelaki matahari? Sudahkah aku
menceritakan kepadamu? Nanti, tunggulah nanti aku akan menceritakannya.
Tunggulah saat itu agar engkau mengerti.
Di sini, aku terus menunggumu…
Menunggu sembari aku meringkuk dalam sepi. Sembari
mengucapkan doa agar engkau bahagia. Tak perlu engkau mengeja lagi perasaan
hatiku dan meminta maaf karena telah menyakitiku. Sebelum kau berkata itu, aku
telah memaafkanmu.
Bahkan temanku heran melihatku betapa aku mencintaimu.
Bahkan dia berkata, “ Rud, sebenarnya apa
lagi sih yang km harapin dari dia? Hidupmu
masih panjang Rud… masih banyak yang harus km
pikirkan. Bukan cuma dia!”

Bahkan jika suatu hari engkau telah berhasil memilih pria
yang akan berdiri di sampingmu. Bahkan jika pria itu bukan aku, aku tetap akan
selalu mendukungmu selama cinta ini masih di dalam hati.
Jujur, aku ingin tak lagi mengganggumu. Aku sudah berusaha,
tetapi selaksa rindu menyerangku. Maafkan aku yang terlalu mencintaimu. Maafkan
aku yang tak sanggup menahan serangan itu. Tetapi sayangku, aku akan belajar.
Aku akan belajar bagaimana cara agar aku tak mengganggumu lagi.
Maka, ijinkan lah aku melupakanmu. Ijinkan aku belajar
melupakan semua kenangan tentang kita. Melupakan semua kisah yang terjadi.
Saat aku menulis tulisan ini, aku masih sangat mencintaimu
walau ku tahu engkau tak lagi mencintaiku.
Wahai engkau yang melumpuhkan hatiku. Maafkan aku untuk
semua salahku dan ijinkanlah aku belajar melupakanmu.
Andaikan aku boleh memilih, aku ingin kita tetap bersama.
Tetapi sudahlah, aku rasa engkau tak akan mau. Ada banyak pria di sekelilingmu.
Ada banyak pria yang lebih pantas untukmu daripada aku.
Sayangku, semoga engkau bahagia. Aku selalu berharap yang
terbaik untukmu.
Huff…
belajar melupakan. Semoga ini mudah…
0 komentar:
Posting Komentar