Bekali-kali kulihat layar ponsel dan layar itu tak menunjukkan tanda-tanda akan berbunyi. Sudah lama dia tak menghubungiku. Dia yang selalu mengejar cintaku, dia yang selalu
mengirimkan kata-kata indah lewat pesan fb, dan dia yang rela tak berstatus demi mendapatkanku.
Aku ingin bertemu denganmu sekali saja. Kamu tau, mungkin mulutku mengingkari namun sebenarnya aku benar2 rindu padamu. Dan percakapan kita via telepon waktu itu semakin menguatkan rasaku.
Ah. .. aku benar2 jadi pecundang kali ini, di depanmu aku tak pernah mengakui rasaku. Mungkin egoku terlalu tinggi atau engkau yang tak pernah peka?? Seharusnya engkau tau dari seringnya kita bertukar cerita yang tidak penting, sekedar berbicara tentang kebiaasaan kita yang tak pernah berubah. Atau mungkin kau memang memancing agar aku sedikit menurunkan gengsiku? Kamu bahkan tau dari dulu aku tak pernah mau diatur.
“masih bolehkah kupanggil engkau mimi….?”
hmm… panggilan itu rasanya malah mengiris hatiku. Entahlah aku merasa jadi orang paling berdosa karena dulu pernah meninggalkanmu. Waktu itu aku benar2 tidak siap menjadi pendampingmu, padahal kita bukan kanak2 namun mengapa aku takut jadi dewasa.
“Aku hanya ingin minta maaf”
"Maaf untuk apa abie?”
Maaf karena pernah membuat luka di hatimu.. namun kalimat ini tak pernah keluar dari mulutku. Keberanianku belum terkumpul, mungkin nanti saja saat kita bertemu lagi pikirku.
Maaf karena pernah membuat luka di hatimu.. namun kalimat ini tak pernah keluar dari mulutku. Keberanianku belum terkumpul, mungkin nanti saja saat kita bertemu lagi pikirku.
“apa kau mau mengakui sesuatu mi..?
1 komentar:
ente cocok bnget brow jd pnulis buku
Posting Komentar